Minggu, 30 Oktober 2011

Ampuh Tingkatkan Performa!, Komparasi Knalpot Suzuki Titan



Jakarta - Bicara performa Suzuki Smash Titan, untuk jalan harian tergolong yahud. Dari putaran bawah hingga menengah torsi terasa begitu nendang. Untuk stop n go di jalanan padat oke banget deh. Bukti nyata terbaca saat diukur pakai dynamometer.

Torsi tertinggi sudah tercatat di kisaran 4 ribu rpm, tepatnya 10,11 Nm di 4.451 rpm. Grafiknya stabil hingga sekitar 6 ribu rpm, baru setelah itu turun pelan. Mantep kan? Nah di atas itu langsung nyambung power, yang peak-nya sebesar 8,9 dk tercapaidi 7.645 rpm.

Mau bikin lebih yahud? Cara paling mudah comot knalpot aftermarket biar pembuangan lebih lancar. Dan kebetulan di pasaran sudah ada beberapa produsen yang menjajakan, untuk motor berkapasitasmurni 113 cc ini.

Di antaranya kini ada AHRS F4 Hexacone,Stanlee dan SKR. Masing-masing pro duk tentu menjanjikan kenaikan performa. Nah biar tahu seberapa besar pengaruhnya terhadap ‘besutan Sule’ ini, redaksi menguji langsung.

Pengukuran pakai dynamometer Sport Devices V3.3, milik PT Global Motorindo (GM), yang berada di Jl. Letjen Suprapto No. 60 Galur, Jakpus. Biar adil tiap merek mendapat perlakuan sama. Yaitu digeber 5 kali dan diambil hasil terbaik.

Motor yang digunakan kondisinya standar. Jarak tempuh sekitar 700 km, bahan bakar Premium. Bagaimana hasilnya?Seberapa besar kenaikan dan gimana karakter masing-masing knalpot? Simak terus!

SKR

Rancangan Misjaya yang punya gerai di Jl. Raden Patah No. 90, Pasar Lembang, Ciledug, Tangerang. Leher tersusun dalam 3 tingkat diameter pipa dari besi yang dilapispernis. Lekukan setelah cylinder head tergolong paling landai.
Silencer-nya pakai pipa aluminium dengan end muffler berbentuk kerucut mirip terompet. Kendati terisi glasswool, suara masih tergolong paling nyaring. Untuk menebusnyacukup dengan uang Rp 150 ribu.

Setelah terpasang, SKR mampu mengoreksitenaga jadi 9 dk di 7.677 rpm. Atau naik 0,1 dk. Sayang torsi malah turun jadi 10,01 Nm/4.314 rpm. Karakternya terlihat jelas baik torsi maupun tenaga baru bagus di atas 6.500 rpm. Di bawah itu malah di bawah standar.

Artinya untuk harian masih lebih bagus standar. SKR cocoknya untuk yang mementingkanputaran menengah ke atas. Misal jalan keluar kota yang jarang turun gas.

AHRS F4 Hexacone

Andalan Asep Hendro, juragan AHRS yang punya workshop di Jl. Tole Iskandar No. 162, Depok, Jabar. Leher tersusun 2 tingkat yang dikrom. Sementara silencer berbentuk oval dengan end muffler belah ketupat, dicat kombinasi hitam dan warna ala titanium.
Silencer dan leher dapat dipasang atau lepas secara mudah, lantaran tersambung secara slip-on yang diperkuat 2 per. Suara yang diredam glasswool cukup nyaman di telinga. Bila tertarik siapkan dana Rp 350 ribu.

Jika sudah dipasang, tenaga meningkat jadi 9,2 dk di putaran 7.339 rpm, sementara torsi jadi 10,72 Nm/5.132 rpm. Terjadi kenaikan 0,3 dk dan 0,61 Nm. Karakter tenagamaupun torsi terlihat dari bawah sampai atas selalu di atas standar, artinya enak untuk semua kondisi jalan.

Stanlee

Kontestan terakhir hasil desain Andri, pemilik bengkel yang mangkal di Jl. Joglo Raya No. 230, Jakbar. Sesuai labelnya, bahan keseluruhan dari stainless steel. Makanya mengilap dan tahan karat. Leher tersusun dalam 3 tingkat. Silencer termasuk paling panjang dan besar berbentuk segiempat asimetris, bisa memuat glasswool banyak. Suara tergolongpaling lembut. Cocok bagi yang masih sering keluar-masuk gang kecil. Harganya dipatok Rp 400 ribu.
Setelah terpasang pada motor dan diukur ulang, hasilnya menunjukkan tenaga 9,3 dk/7.643 rpm, sedang torsi 11,03 Nm/4.332 rpm. Ada peningkatan sebesar 0,4 dk dan 0,92 Nm. Karakternya unik, mengentakdi putaran bawah, sedikit menurun di tengah, lalu naik lagi 7.500 rpm.

Kesimpulan

Penggunaan knalpot aftermarket bisa meningkatkan performa Smash Titan. Menjadikan tunggangan ‘Sule Prikitiuw’ ini makin gampang ngacir. Masing-masing punya karakter berbeda yang bisa disesuaikankebutuhan.

Jika ingin performa lebih maksimal, Arry Prestiawan, mekanik GM punya saran. “Naikin saja pilot jet satu step, pasti lebih enak lagi,” papar mekanik yang di dunia balap tenar dengan nama Kuro ini.

Prikitiuw.... (motorplus.otomotifnet.com)

 Data performa
 Merek  Tenaga  Torsi
 Standar  8,9 dk/7.645 rpm  10,11 Nm/4.451 rpm
 SKR  9 dk/7.677 rpm  10,01 Nm/4.314 rpm
 AHRS F4  9,2 dk/7.339 rpm   10,72 Nm/5.132 rpm 
 Stanlee  9,3 dk/7.643 rpm  11,03 Nm/4.332 rpm

Komparasi Knalpot Standar Racing VS Standar di Mesin Skubek Standar

 

Kalau masih aplikasi engine standar, bisa lirik saluran buang model standar racing. Seperti yang sudah dibahas beberapa waktu lalu. Selain itu, modelnya yang juga tetap menyerupai tampilan knalpot standar bawaan pabrik. Misalnya, produk merek AHRS.

Knalpot yang punya tipe Silent High Power ini juga bisa ditempelkan cover knalpot standar. Jadi tampilannya, bisa menipu siapa yang melihat. Tapi, dari harga jual yang Rp 450 ribu, apa yang bisa diberikan? Seberapa besar peningkatan power bisa didapat?

Pengetesan dilakukan untuk jawab rasa penasaran itu. Motor tes, ambil Honda Scoopy yang punya mesin dan knalpot serupa Honda BeAT. Tes dilakukan di atas mesin dynotest milik workshop Ultraspeed di Jl. H Mencong, Ciledug, Tangerang.

Sebagai tolak ukur, tes pertama pakai exhaust standar. Biar afdal, dilakukan tiga kali runing buat mencari hasil terbaik yang bisa didapat. Terbukti, Scoopy yang berbahan bakar Premiun dan mesin standar itu mencetak angka 7,216 dk/7.321 rpm. Sedang torsi yang diraih, bermain di angka 7,031 Nm/6.950 rpm.

Kelar knalpot standar, kini giliran knalpot standar racing AHRS. Setelan udara di karburator juga diseting ulang. Tidak disangka, kenaikan power yang diberikan tergolong besar untuk saluran buang produksi AHRS ini.

Dari beberapa kali runing, tenaga skubek retro ini bis tembus hingga 8,493 dk/8.870 rpm. Itu artinya, terjadi peningkatan power 1,27 dk. Wah, angka yang cukup fantastis hanya dengan mengganti exhaust. Juga hampir setara dengan melakukan penggantian kem atawa noken as tuh.

 Power naik cukup drastis
Tapi, kenaikan power ini terjadi dengan rpm yang lebih tinggi ketimbang knalpot STD alias standar ya. Butuh putaran 1.549 rpm lebih tinggi untuk bisa mencapai tenaga tambahan itu.

Memang, ketika dipakai pun terasa sekali kalau power baru mau meledak ketika putaran mesin sudah menyentuh lebih dari 7.000 rpm. Tapi, peningkatannya bagai pakai turbo. Artinya, cepat sekali.

Mungkin kondisi ini karena knalpot standar racing itu juga sudah semi free flow. Jadi, power putaran bawah sedikit berkurang. Terlihat dari torsi dihasilkan.

Torsi awal dengan knalpot standar yang bermain di 7,031 Nm/6.950 rpm. Ketika pakai Silent High Power, menjadi 7,031 Nm/7.6.900 rpm. Kalau dilihat dari angka, putaran  lebih tinggi! Tapi, menggila di putaran atas!

Ayo, gas pol!

Tetap Harus Seting Udara

Selama ini, tidak jarang dari sobat yang pasang knalpot racing lalu langsung ngacir. Iya, tanpa melakukan seting setelan udara pada karburator. Padahal, belum tentu itu power maksimal yang bisa diberikan.


 Kurang maksimal tanpa seting ulang
Pengukuran coba dilakukan. Tanpa seting udara, power Scoopy yang seharusnya bisa melonjak ke 8,493 dk malah turun bermain di 8,226 dk. Torsi juga mentok di 6,690 Nm. Jadi, setelah ganti knalpot, jangan lupa  seting udara juga  agar hasil lebih maksimal. Lumayan tuh bedanya!      (motorplus-online.com)

Komparasi Pewangi Helm, Antara Water Base Dan Foan


Jakarta - Perawatan helm bukan hanya bagian luar saja Bray, bagian dalam pun penting demi kenyamanan saat berkendara. Walau di Jakarta sudah banyak bermunculan jasa cuci helm, tapi hal itu masih kurang praktis, karena proses pencucian yang lumayan lama. Cara yang paling simpel tentu pakai pewangi atau pengusir bau pada busa helm yang disebut helmet spray (HS).

 Dengan HS sangat mudah, tinggal disemprotkan ke dalam helm, didiamkan sebentar, pasti baunya  akan hilang. Tapi, sebaiknya hati-hati saat memilih HS, karena cairan itu mengandung bahan dasar kimia.

“Yang namanya kimia gak selalu bersahabat sama kulit kepala dan muka. Jadi sebaiknya pemakaian HS jangan terlalu sering, cukup sebulan sekali,” anjur Agus Hermawan, penggawang web store helm terlengkap Indonesia; www.juraganhelm.com.

Lebih jauh dijelaskan, “Kalau terlalu sering disemprotkan, kepala rider bisa jadi berketombe bahkan infeksi pada kulit kepala, sifat cairan HS tentu tak boleh mengendap dan mengandung gas. Dengan kata lain, cairan HS harus cepat menguap dan tidak menyisakan cairan sedikitpun,” ujar Erwin, Product Head dari Be Clean.

Di pasaran ada beberapa merek seperti Be Clean, MTR, Carrera, Adler, dan Magnum, untuk label Be Clean terdapat dua pilihan aroma. Nah, untuk mengetahui seberapa cepat cairan pewangi helm ini menguap, dengan cara disemprotkan ke kertas dengan jarak 10 cm dan diangin-anginkan, maka akan diketahui lebih cepat mana pewangi ini tidak mengendap. Alat hitungnya, digunakan stopwatch.

Jarak Aman 10 sampai 15 cm saat menyemprotkan pewangi helm ke dalam helm (kiri). Pengetesan pada kertas juga sama jaraknya dari botol ke medianya (kanan).

Hasil Pengetesan

Label Magnum terbilang paling cepat menguap, hanya butuh waktu 30 detik, Be Clean butuh waktu penguapan 1 menit 26 detik di posisi dua. Urutan ketiga Adler 2 menit 38 detik dan Carrera keempat memakan waktu 3 menit 37 detik, sedang MTR terakhir 4 menit 52 detik. “Memang perlu waktu agak lama untuk bisa menguap. Itu dikarenakan cairan yang disemprotkan berupa busa atau foam. Berbeda dengan produk lain yang lebih dominan dengan berbahan dasar alkohol atau water base,” ucapnya. (motor.otomotifnet.com)

 Hasil Test   
 Merek  Harga  KeadaanLembab   Keadaan Kering
 Magnum  Rp 15-16 ribu  15 detik  30 detik
 Be Clean  Rp 10-12 ribu  3 detik  1,26 menit
 Adler  Rp 10-12 ribu  1,45 menit  2,38 menit
 Carrera  Rp 10-12 ribu  1,27 menit  3,37 menit
 MTR  Rp 15-16 ribu  2,21 menit  4,52 menit

Tes Karbu Konvensional Vs Vakum Mana Lebih Irit?



 Beda sistem, selisih 6 Km
Tidak sedikit anggapan kalau karburator vakum tentu lebih boros bahan bakar ketimbang karbu tipe konvensional. Itu karena bukaan skep di sistem pengabut bahan bakar itu berdasar kinerja pengisapan mesin. Jadi, bukan karena tarikan tali gas yang mengangkat botol skep.

 Demi menjawab anggapan itu, MOTOR Plus coba lakukan pengetesan. Tentu buat membuktikan, apakah anggapan itu tidak hanya sebatas asumsi. Tapi, memang berdasar hasil tes.

Uji coba dilakukan di Yamaha Mio. Skubek ini, tak hanya disukai wanita. Tapi, para penyuka akselerasi juga. Selain itu, buat pilihan karburator pengganti juga lebih banyak pilihannya.

Standarnya, Mio mengadopsi karbu Keihin NCV24. Dari kode part, terpantau jelas kalau karbu ini memiliki venturi 24 mm. Pilihan komponen aftermarket yang punya diameter sama, setidaknya ada dua pilihan. Yaitu, Mikuni TM24 mm dan juga Keihin PE24 mm.

Biar lebih spesifik, MOTOR Plus mengambil Keihin PE24 sebagai bahan tes. Karena dilihat dari banyaknya tunner atau penyuka adu kebut yang lebih banyak aplikasi karbu ini. Soal harga PE juga lebih murah ketimbang Mikuni. PE, dijual sekitar Rp 600 ribuan.

Memakai Yamaha Mio milik Kaper lansiran 2008, pertama kali dilakukan tes memakai karburator standar. Wadah bahan bakar, tidak lagi mengandalkan tangki bawaan motor.

Gantinya, Pertamax Plus 100 ml yang diisikan ke tabung infus yang slangnya dihubungkan ke karburator. Tapi sebelumnya, bensin yang tersisa di karburator dibuang lebih dulu. Main-jet dan pilot-jet, tetap standar. Yaitu, 110/ 38.

 Spuyer standar bawaan(kiri). Pasang Keihin PE gak perlu ubahan(kanan)
Setelah siap, motor diajak berjalan. Kecepatan lebih banyak konstan bermain di angka 40-50 km/jam sesuai kondisi lalu lintas yang ramai lancar. Ternyata dari 100 ml yang dipakai, Mio mampu menempuh jarak 4 km. Jika diambil perbandingan, pakai karbu standar maka satu liter Pertamax Plus mampu membuat Mio berlari hingga 40 km.

Kini, giliran karbu konvensional. Main-jet dan pilot-jet, sesuai kondisi jual karbu di pasaran. Yaitu, 115/ 38. Dengan metode dan perlakuan yang sama, Mio kembali diajak berkeliling. Ini sesuai setingan permintaan mesin juga.

Kecepatan pun, tidak berubah. Konstan di 40–50 km/jam. Tapi, ini kali skubek Yamaha itu tidak mampu berjalan seperti ketika aplikasi karbu standar. Jarak 3,4 km merupakan jarak terjauh yang bisa dicapai ketika aplikasi Keihin PE24.

Jika dihitung-hitung lagi, untuk satu liter Pertamax Plus hanya mampu membuat Mio berjalan hingga 34 km. Jelas sudah perbandingannya. Keduanya, memiliki selisih 6 km. Pakai karburator vakum, memang sedikit lebih irit ketimbang pakai karbu konvensional.

Tapi selama jajal, akselerasi yang diberikan karbu konvensional terasa lebih responsif ketimbang standar. Grip gas dibuka spontan, pacuan lansung berlari! Biar lebih mantap dan terukur, next kita lakukan adu power dong.  (motorplus-online.com)

Ban Harian Itu Banyak Coakan Kembangan



Ciri ban harian, banyak groove untuk segala kondisi
Ban mempunyai pola kembangan alias coakan. Pola yang disebut pabrikan karet bundar disebut groove itu menentukan kekuatan si karet bundar mencengkram jalan, baik itu aspal atau beton. Groove di ban ini juga menentukan peruntukannya.

Soal pola kembangan ban bukan cuma sekali ditulis di MOTOR Plus. Sebab, begitu banyak model coakan di ban. Yang jelas, mayoritas kembangan tadi, apapun gayanya, dipersiapkan untuk segala kondisi jalan.

"Soal beragamnya model groove, selama tidak ada keterangan di dinding ban, bahwa itu buat balap, ban slick, ban basah atau wet tire, itu berarti ban disiapkan untuk semua kondisi jalan," jelas Dodiyanto, dari divisi Marketing New Product Development PT Gajah Tunggal (GT), produsen ban motor IRC.

Kebetulan PT GT baru merilis ban dengan pola-pola groove yang bertema fesyen alias gaul dengan merek baru, Zeneos. "Ini ban gaya modern. Groove-nya stylish dan atraktif. Mengikuti semangat biker yang gaul. Tentu tetap menjaga mutu performa dan safety," lanjut pria asal Sumatera Barat itu.

Pegangan buat biker, meski groove beragam dan banyak produsen, mereka tetap kudu penuhi banyak aturan untuk membuatnya. Contoh, Standar Nasional Indonesia (SNI), atau Japan International Standard, atau juga E-Mark menurut standar Eropa. Standarisasi internasional lainnya, semisal JATMA dan ETRTO.

Toh pattern nggak dibikin sekadar gaya atau ciri suatu merek. Juga bukan semata peruntukannya. Kembangan bukan kembang setaman, apalagi kembang yang di vas.

"Pola groove tadi dibikin  untuk membantu cengkraman ban, baik saat pengereman atau akselerasi," bilang Dwijono Priatmadi alias DJ, Technical Support PT Suryaraya Rubberindo Industries (SRI), produsen FDR.

Untuk pemahaman standar, ban harian ini bisa dicirikan dengan kembangan yang lebih banyak. "Ini untuk mengakomodasi segala kondisi jalan. Berpasir, berair, kering, aspal, beton, keriting atau mulus," ujar Dwijoyo lagi.

Ban untuk kepentingan balap, biasanya punya pola coakan yang beda juga. Pastinya untuk menambah kuat gigitannya ke lintasan. Nah, seperti kita tau, saat kering pakai ban dengan coakan yang minim bahkan tanpa coakan alias slick. Sementara, saat basah, pakai yang banyak kembangannya.

Belah Tengah Itu Di Depan!


Mungkin ada yang belum sadar, kembangan ban depan dan belakang itu ada perbedaannya. Menurut Dwijono Priatmadi, itu karena beda peruntukan. "Karena ban depan bertugas untuk mengarahkan, jadi ada coakan di garis tengahnya.

Toh  itu bukan keharusan. Hanya salah satu ciri. Karena tidak semua ban depan pakai coakan tengah. "Biasanya, kalo coakan kiri-kanannya sudah ramai, tidak perlu lagi groove tengah," urai pria akrab disapa Di-Je.

Sekali lagi, "Fungsi groove di tengah tadi untuk mengarahkan dan membantu pengereman. Selain tentunya membantu membuang air jika melintasi jalan basah," timpal Dodiyanto.

Lebih penting lagi, mana yang terbaik bisa membuang air. Sekali lagi Yulfahmi menegaskan, sebetulnya yang paling bagus adalah ban orisinal bawaan motor. "Sebab sudah diperhitungkan dengan berat dan power motor. Baik diameter mau pun lebar tapak sudah disesuaikan kebutuhan," terang pria akrab disapa Yul itu.

Jika kembangan mirip, tinggal lihat ukuran lebar untuk pastikan itu ban depan atau belakang.  (motorplus-online.com)


Motor Listrik Tanpa Peredam Kaki, M2



Kaki-kaki kaku seperti roda delman
Dari satu sisi, guratan gambar desain motor konsep yang ditawarkan Pedro Marcondes sangat menarik. Apalagi konsepnya untuk motor balap bertenaga listrik. Baterenya mudah dibongkar-pasang jika harus ikut kejuaraan enduro.

Penampilan motor berjuluk M2 ini sejati ala kuda besi balap jalanan. Bodinya atletis. Tarikan garis lurus yang kaku dan runcing menunjukkan sisi simpel dan aerodinamis.

Jika ditengok, karya Marcondes menarik di bagian kaki-kakinya yang seperti roda delman alias dokar. Dua roda ala casting wheel, tapi mirip spokes wheel. Sebab banyak jerujinya.

Soal desain peredam kejut depan, fork terlihat kaku. Mirip fork girder. Tapi, tak tampak tabung oli atau gas dan per sebagai peredam kejutan.

Kaki belakang pun begitu. Desain lengan ayun yang terdiri dari tiga lapis besi kotak amat kokoh. Tapi, lagi-lagi tidak terlihat komponen sokbreker antara lengan ayun dan rangka M2.

Andalan motor konsep Marcondes adalah pemisahan 6 sel baterainya. Dengan bodi simpel, keenam sel baterai mudah ditarik keluar dari kedua sisi. Biar gampang ganti baterai.  (www.motorplus-online.com) 

Saudara Jauh Suzuki Thunder 125, Haojue HJ150-9


Ternyata motor asal China, Haojue HJ150-9 ini punya cerita yang enggak jauh dari pabrikan Jepang, Suzuki. Di China, Suzuki dirakit oleh Changzhou Haojue Suzuki Motorcycle Co., LTD, sebuah perusahaan gabungan Suzuki dengan perusahaan lokal.

Selain dijual pakai nama Suzuki, ada juga varian yang di luncurkan ke pasaran China dengan merek Haojue. Nah, khusus Haojue ini salah satu model yang baru tahun ini diperkenalkan adalah Haojue HJ150-9.

Secara dimensi dan platform-nya mirip Thunder 125, tapi yang ini nampak lebih sporty. Bodinya di hiasi sudut-sudut tajam. Mulai dari shourld di tanki yang mirip Yamaha New Scorpio Z hingga bagian buntutnya yang meruncing.

Mesinnya, 150cc satu silinder berpendingin udara. Mesin ini diyakini memiliki tenaga hingga 8,4 kW di 8.000 rpm. Sedang torsinya 11,3 Nm pada 6.000 rpm.

Teknologinya enggak juga lumayan, meski SOHC dan hanya 2 klep tapi sudah dilengkapi dengan roller rocker arm dan memiliki balancer di kruk as-nya.

Kelengkapan lainnya seperti speedometer juga sudah digital. Diskbrake di roda depan dan pelek palang depan-belakang. Harusnya desain ini yang dipakai Suzuki Thunder 125 baru ya? (motorplus-online.com)

Motor Adventure Berwajah Ninja 250R, Kawasaki KLR 650


Kawasaki memiliki varian trail enduro berjuluk KLR 650. Dan uniknya motor ini memiliki fairing dan batok lampu yang sepintas mirip dengan sport bike Ninja 250R yang beredar di Tanah Air. 

Tentu peruntukannya sebagai motor penjelajah nan tangguh membuat Kawasaki mengandalkan mesin dan sasis yang jauh berbeda dari Ninja 250R.

Dari tampilan, bodi samping KLR 650 memiliki airscoop besar di bawah tangki 22 liternya, serta bodi ala trail dengan pelindung knalpot di belakang. Bahkan, setang KLR 650 juga diberi pelindung, seperti  bagian bawah mesin yang memakai engine guard khas motor off road.

Kesan motor penjelajah juga tampak dari kombinasi ban kembang tahu berukuran 90/90- 21 (depan) dan 130/80- 17 (belakang). Ada pula pemakaian suspensi teleskopik panjang di depan dan monoshock di belakang.

Sedangkan urusan sumber tenaga, KLR 650 mengandalkan mesin tipe single silinder pendingin air bervolume 651 cc. Mesin yang dilengkapi sistem karburator Keihin CVK 40 mm, dan transmisi 5-speed berkopling basah ini dapat menyembur daya hingga 20,4 dk.

Tenaganya kok kecil? Eits, jangan anggap remeh. Tengok dulu torsinya yang menyentuh angka 40 Nm, atau dua kali lipat Ninja 250R yang bertenaga 30 dk. Oiya, motor ini diklaim cukup irit di kelasnya, sebab dengan 1 liter bensin dapat dipakai menjelajah sejauh 24 km.

Urusan harga, Kawasaki Kanada membanderol KLR 650 sekitar Rp 60 jutaan. Dan asiknya, motor berbobot 196 kg ini memiliki garansi hingga 12.000 km. (motorplus-online.com)

Riders in shock after Simoncelli death

 

The death of Italian Marco Simoncelli at the Malaysian GP on Sunday left motor sport in a state of shock for a second consecutive weekend. Simoncelli crashed after losing control of his bike on the second lap of the circuit in Sepang and appeared to be hit by Colin Edwards and then Valentino Rossi as he slid across the track.

The 24-year-old Gresini Honda rider's helmet came off in the collision and he was taken to the medical centre for treatment, but he was declared dead at 1656 local time.
Organisers cancelled the race as soon as the extent of Simoncelli's injuries became apparent.
Simoncelli's death comes a week after British racing driver Dan Wheldon, a two-time Indy 500 race winner, was killed in a 15-car pile-up at the Las Vegas Motor Speedway.
Spanish rider Dani Pedrosa had a dispute with fellow factory Honda rider Simoncelli earlier this season, but news of his rival's death left last season's championship runner-up reeling.
Repsol Honda's Pedrosa said: "In a tragedy like this there is not much to say. I just want to give my condolences to his family and all the people who love him. I've been with his father and all we could do was to hug, nothing else matters.
"It was a fatal accident and everybody in the paddock remains in shock.
"Many times we ourselves forget how dangerous this sport can be and when you lose people on the way nothing has any meaning. It's clear that we all do what we like, what we love, but on days like today nothing matters."
Newly-crowned MotoGP champion Casey Stoner added: "I'm so shocked and saddened by the loss of Marco. When things like this happen it reminds you how precious life is, it makes me feel sick inside.
"All I can say is how sorry I am for Marco's whole family I can't imagine what they are all going through and our thoughts and wishes are with them at this time. I hope they all stay close and pull through this tragedy together."
Simoncelli's compatriot and Repsol Honda rider Andrea Dovizioso said: "I watched the images and I'm shocked: in a race you fight and push hard and disaster is often around the corner.
"Marco was a strong rider and he always pushed hard. We raced together since we were kids, I saw him always pushing to the maximum, he crashed many times, but without major injuries, he was seemed invincible. What happened today seems impossible."
Simoncelli, who won the 250cc world championship in 2008, clinching the crown in Sepang, stepped up to MotoGP in 2010 and he finished eighth overall last season.
His death was the first fatality in MotoGP since Japan's Daijiro Katoh died from his injuries sustained at the 2003 Japanese Grand Prix.
Speaking at a press conference following today's tragedy, medical director Dr Michele Macchiagodena said of Simoncelli: "Because of the crash he had during the race, in which he was hit by other riders, he suffered a very serious trauma to the head, to the neck and the chest.
"When our medical staff got to him he was unconscious. In the ambulance because there was a cardiac arrest they started CPR (cardiac pulmonary resuscitation).
"Immediately in the medical centre, with the help also of the doctor of our staff at the Clinica Mobile and local doctors, he was intubated and it was possible to take off some blood from the thorax.
"The CPR was continued for 45 minutes because we tried to help him for as long as we thought it was possible. Unfortunately it was not possible to help him and at 16:56 (local time) we had to declare he was dead."
Macchiagodena also confirmed that Edwards had suffered a dislocated shoulder in the crash but that it had been reset under anaesthesia and the American was "fine".
When asked about Simoncelli's helmet coming off, race director Paul Butler said at the press conference: "I think if I may reply, that will be for another occasion. Quite clearly the consequences and circumstances surrounding the accident will be thoroughly investigated."
Tributes poured in for Simoncelli from both MotoGP and the wider world of motorsport.
Formula One driver Mark Webber wrote on Twitter: "R.I.P Marco A special talent that will be missed... Thinking of your loved ones, and all the motogp paddock..mark."
Briton's Jenson Button wrote on his Twitter account: "R.I.P Marco... Such an exciting talent lost. My thoughts are with his family, friends and everyone involved in MotoGP. Motorsport can be so cruel..."
British MotoGP rider Cal Crutchlow added on Twitter: "RIP Marco Simoncelli ! A great rider and all round nice guy. My thoughts are with all his family & friends. I will never forget today."

Tributes flow for Marco Simoncelli


The Italian media has paid tribute to MotoGP star Marco Simoncelli following his fatal crash yesterday in the Malaysian race.
The 24-year-old - nicknamed Sic - lost control of his Honda at turn 11 and swerved across the track, straight into the path of American rider Colin Edwards and compatriot Valentino Rossi.
Simoncelli's helmet came off in the collision and he was taken to the medical centre where he was declared dead.
A photograph of the Italian on his motorbike covers the front page of Gazzetta dello Sport with the headline: "Sic 1987-2011."
Gazzetta's editorial describes the pain felt by everyone who knew Simoncelli.
The Italian's death was the first fatality in the MotoGP since Japan's Daijiro Katoh died from injuries sustained at the 2003 Japanese Grand Prix.
Coriere dello Sport has a photograph of Simoncelli with the headline: "Ciao Great Marco.
"Tragedy in Sepang. Simoncelli dies, a true champion but especially a wonderful man that will be missed by everyone."
Tuttosport focuses on Simoncelli's passion for the sport that took his life.
The Turin-based sports newspaper also leads with Simoncelli's death with the headline: "Sic love does not die."
National newspaper La Repubblica has a photograph of the accident on the front page followed by a caption which reads: "Moto shock, Simoncelli dies on the track."
The article adds: "Marco never liked losing, he always risked at the final turn."
La Repubblica's editorial also describes the risk taken by riders in the sport.
It reads: "Fractured vertebrae, a sign of a wheel on his neck, a heart that goes into shock, injuries to his head and thorax.
"That's how a MotoGP rider dies: run over by his sport brothers, by his most loved rider (Rossi), on a Sunday morning in which the rest of the world was sleeping."
Il Messagero newspaper also shows images of the accident on the front page.
"Tragedy on the track. Simoncelli dies. Valentino cries "he was like a brother to me".
The newspaper highlights Rossi's pain in the tragedy.
"Rossi's sense of blame. A friend of Valentino, Simoncelli finished underneath his wheels.
"But Rossi is not at fault. Simoncelli died because of electronics."
The newspapers suggests a technical fault may have contributed to the accident.
Simoncelli's crash will be investigated.

Simoncelli laid to rest in Coriano


Marco Simoncelli was laid to rest on Thursday in Coriano, the village where he was born and lived.
The Italian MotoGP rider died on Sunday after suffering fatal wounds during a crash on the Sepang track at the Malaysia event.
Simoncelli lost control of his Honda at turn 11 and swerved across the track, straight into the path of compatriot Valentino Rossi and American rider Colin Edwards.
More than 20,000 fans paid their respects yesterday, filing past his coffin at the Coriano Theatre.
Large crowds gathered outside the church in Coriano where the funeral was held to bid farewell to the 24-year-old - nicknamed Sic.
Members of the motorsports world, family and friends were present at the funeral while thousands watched it on national television, including those who saw it on big screens set up in Coriano's village square.
Among those present at the service was his close friend and seven-time world champion Rossi, Spanish rider Jorge Lorenzo as well as Gresini Racing Team boss Fausto Gresini.
Gresini said: "We must do what we are doing, to be close to the family and honour Marco for what he has done.
"Perhaps we didn't consider just how much he was loved, we thought we knew it, but the number of people that have come here has been truly great.
"This is comforting even though we have a lot of pain inside."
Two of Simoncelli's motorbikes - a Gilera 250 and a Honda - guarded the coffin while his helmet with the number 58 was placed above the casket.
Red balloons with the number 58 were released outside the church and there were numerous banners.
One read: "Sic -58- you will remain always in our hearts."
Rossi took Simoncelli's Honda out of the church with Simoncelli's coffin, carried by his friends, right behind it as fans applauded outside the church.
The Italian's death was the first fatality in the MotoGP since Japan's Daijiro Katoh died from injuries sustained at the 2003 Japanese Grand Prix.

Simoncelli's team to miss Valencia


Gresini Racing has withdrawn its MotoGP and Moto2 teams from the season-ending races at Valencia following the death of Marco Simoncelli at the Malaysian Grand Prix.
Team boss Fausto Gresini also confirmed his riders would miss the end-of-season tests which follow on from the November 6 races.
"The only certainty is that my team won't participate in the upcoming Valencia Grand Prix and in the tests programmed after the race," Gresini told Corriere dello Sport.
The 24-year-old Simoncelli died in Sepang after losing control of his Honda at turn 11 and swerving across the track, straight into the path of American rider Colin Edwards and his fellow Italian Valentino Rossi.
Simoncelli, who had joined Gresini for his first season of MotoGP in 2010, suffered fatal injuries to his chest, neck and head during the crash.
Gresini said: "Everything happened so fast. I'm lost for words.
"I know our job is dangerous, that risk is part of the game, but you always hope nothing happens.
"When it does happen and you find yourself in the middle of it, everything changes, it's difficult to accept it.
"The crash was caused by a sequence of incredibly negative circumstances, the bike that moved towards the inside of the turn instead of the outside, being run over on the widest track of the season."
Gresini paid tribute to Simoncelli, who will be laid to rest in his home town of Coriano on Thursday.
"I have many images from these two years spent together resurfacing inside my mind," he said.
"Marco was spontaneous, he would always do what he thought, with a great heart and always radiant. I can't remember him getting angry even once.
"He was always honest with himself and with the others, a guy who loved challenges, and we, his team, were just an instrument to realise his dreams and to unleash his passion."